23 Hukum Bisnis Islam, 29 Buku Hukum

Masa Depan Hukum Bisnis Islam di Indonesia

Masa Depan Hukum Bisnis Islam di Indonesia
Rp. 45.000

Pendahuluan

Bisnis Syariah saat ini sedang diuji oleh realitas perekonomian dunia termasuk Indonesia, yaitu dengan adanya gejolak moneter internasional baru-baru ini dan bahkan masih terasa dampaknya. Banyak ahli ekonomi yang mengatakan bahwa bisnis syariah tidak akan terpengaruh oleh gejolak tersebut. Karena bisnis syariah tidak menggunakan sistim riba dan bergerak di bidang sektor riil. Sektor rill tidak akan dapat dipengaruhi oleh gejolak dan spekulasi moneter.
Perekonomian syariah telah membuktikan bahwa dia tidak ikut mengalami krisis keuangan pada masa krisis ekonomi yang bermula pertengahan tahun 1997 yang sampai sekarang masih terasa dampaknya. Salah satu pasangan capres cawapres yang mendukung ekonomi syariah dalam kampanye politiknya juni 2009 menyatakan bahwa dia sanggup mendorong pertumbuhan ekonomi syariah di indonesia mencapai angka 25 %. Hal ini menunjukkan bahwa prospek ekonomi syariah cukup baik.
Indonesia saat ini sedang berusaha memulihkan sistem perekonomian kapitalisnya, setelah dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak pertengahan 1997, dan bahkan banyak pihak yang khawatir akan terjadi krisis ekonomi babak dua. Kekhawatiran ini dipicu oleh sering anjloknya pasar saham terkemuka di berbagai negara dan lesunya bisnis sektor moneter.
Salah satu cara untuk keluar dari krisis ekonomi, pemerintah Indonesia melirik sistem perekonomian syariah yang telah teruji cukup tangguh dalam menghadapi krisis ekonomi 1997. Kenapa Perekonomian syariah tak bergeming dalam menghadapi krisis eonomi itu ? jawabnya adalah perekonomian syariah tidak terpengaruh oleh tingkat bunga perbankan yang mendorong timbulnya inflasi. Sementara perekonomian yang berbasis kapitalistik sangat tergantung kepada tingkat bunga perbankan, sehingga sangat rentan terhadap krisis moneter.
Belajar dari keunggulan sistem perekonomian syariah, apalagi setelah berhasil menjadi pemenang dalam pertarungan mengatasi krisis ekonomi, maka bisnis syariah tumbuh bagaikan cendawan (jamur) tumbuh setelah hujan. Berdasarkan data publikasi Bank Indonesia (BI) 2007, terdapat tiga bank umum syariah (BUS) dan 24 unit usaha syariah bank umum konvensional (UUS BUK). Selain itu, terdapat sebanyak 107 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS). Sedangkan, berdasarkan data bersumber situs Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), asuransi syariah saat ini berjumlah lebih dari 37 perusahaan atau cabang syariah. Selain itu, terdapat tiga perusahaan reasuransi yang memiliki divisi syariah dan lima broker asuransi syariah.
Sebagai upaya memberikan advokasi kepada lembaga perekonomian syariah dan juga kepada nasabah lembaga ekonomi syariah maka perlu dilakukan penguatan dalam aspek hukum bisnis syariah, yaitu : Mengenalkan hukum Islam dalam masalah bisnis, Mengenalkan perundangan-undangan tentang bisnis baik konvensional maupun syariah yang berlaku di Indonesia, Aspek hukum apa saja yang terdapat pada bisnis syariah, Mengenalkan cara penyelesaian sengketa bisnis syariah.

Pengertian Hukum Bisnis Syariah

Bisnis adalah usaha dagang; usaha komersial dalam dunia perdagangan; bidang usaha. Bisnis atau usaha merupakan sistem interaksi sosial yang mencerminkan sifat khas bisnis sehingga seolah-olah menjadi suatu dunia tersendiri yang otonom. Dalam hal ini bisnis merupakan aktifitas yang cakupannya amat luas meliputi aktifitas produksi, distribusi, perdagangan, jasa ataupun aktifitas yang berkaitan dengan suatu pekerjaan untuk memperoleh penghasilan. Walaupun cakupannya luas namun tujuan hakikinya adalah pertukaran barang dan jasa, dan pertukaran itu dipermudah oleh medium penukar, yaitu uang.
Oleh karena itu bisnis dalam pengertian umum tak dapat dipisahkan dari uang dan demikian pula sebaliknya. Dengan begitu mudah dipahami bahwa kriteri umum aktifitas dalam dunia bisnis adalah penyediaan barang atau jasa demi suatu pembayaran dengan uang baik secara tunai maupun kredit.
Bisnis merupakan suatu unsur penting dalam masyarakat. Hampir semua orang terlibat di dalamnya. Semua membeli barang atau jasa untuk bisa hidup atau setidak-tidaknya bisa hidup lebih nyaman. Bisnis pada dasarnya berperan sebagai jalan bagi manusia untuk saling memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Akan tetapi masalah keinginan dan kebutuhan manusia tak terbatas sedangkan sumber daya yang tersedia terbatas, maka perlu adanya sistem ekonomi yang harus menjawab tiga pertanyaan dasar, yaitu : apa saja yang perlu diproduksi, bagaimana memproduksinya dan untuk siapa produksi itu.
Dengan demikian defenisi bisnis adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup, yaitu berupa aktifitas produksi, distribusi, konsumsi dan perdagangan baik berupa barang maupun jasa.
Syariah berasal dari bahasa Arab yang artinya jalan yang lurus. Menurut Fuqaha (para ahli hukum Islam), syariah atau syariat berarti hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui Rasul-Nya untuk hambanya-Nya, agar mereka menaati hukum itu atas dasar iman, baik yang berkaitan dengan aqidah, amaliyah (ibadah dan muamalah), dan yang berkaitan dengan akhlak.
Menurut Muhammad Faruq Nabhan, sebagaimana dikutip oleh Fathurrahman Djamil, bahwa Syariah secara etimologis berarti jalan tempat keluarnya air untuk minum. Mannal Qathan kemudian menjelaskan bahwa kata ini dikonotasikan oleh bangsa arab dengan jalan lurus yang harus diturut.
Secara istilah pengertian syariah sebagaimana yang diungkapkan oleh Mahmud Syaltut dalam Hasbi Ash Shiddiqi bahwa syariah mengandung arti hukum dan tata aturan yang disyariatkan Allah bagi hambanya untuk diikuti. Menurut Manna’ al Qathan syariah berarti segala ketentuan Allah yang disyariatkan bagi hamba-hambanya, baik menyangkut aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah.
Dari beberapa defenisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa syariah adalah semua aturan-aturan Allah SWT, untuk mengatur manusia di dunia baik menyangkut aqidah, ibadah, akhlak dan muamalah duniawiyat. Dalam hal etika bisnis maka juga termasuk kepada persoalan syariah, khususnya dibidang akhlaknya.
Jadi bisnis syariah adalah segala usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup berupa aktifitas produksi, distribusi, konsumsi dan perdagangan baik berupa barang maupun jasa yang sesuai dengan aturan-aturan dan hukum-hukum Allah yang terdapat dalam al Qur’an dan as Sunnah.

Materi Kajian Hukum Bisnis Syariah

Bisnis yang Boleh dan yang Terlarang
Dalam qaidah fiqih terdapat suatu rumusan ”Al ashlu fi al asyya’ al ibahah hatta yadulla ad dalilu ala at tahriimi” yaitu dalam hal muamalah hukum asal sesuatu adalah dibolehkan hingga ada dalil yang mengaharamkan. Untuk itu kaum muslimin cukup bertanya tentang apa yang dilarang. Kalau tidak ada larangan maka berarti hal tersebut dibolehkan. Akan tetapi untuk mengetahui sesuatu itu dilarang atau tidak dibolehkan maka kita harus berusaha untuk mengetahui atau mempelajari apakah ada larangan dalam syariat Islam.
Jangan di salah artikan, ”belum tahu hukum” tidak sama dengan ”tidak ada larangan”. dalam qaidah fiqih dinyatakan ”al yaqiinu la yuzaalu bisysyaki” ambil yang yakin tinggalkan yang ragu. Kalau setelah di selidiki hukum sesuatu ternyata memang tidak dilarang oleh Al Quran atau Hadis Nabi maka baru kita boleh mengatakan hukumnya mubah (boleh).

Potensi Konflik
Ada beberapa peluang terjadinya konflik dalam bisnis syariah; pertama belum terwujudnya sistem pengawasan ekonomi syariah yang betul-betul berdasarkan syariah. Contohnya pengawasan perbankan syariah dilakukan oleh Gubernur Bank Indonesia yang notabenenya adalah menganut sitem konvensional.
Kedua ; belum ditemukannnya sistem mudharabah yang betul-betul berdasarkan syariah. Sistim bagi hasil yang kerap dilakukan adalah pembagian hasil dari produk mudharabah suatu lembaga keuangan syariah diawal kerjasama, padahal seharusnya dibagi diakhir kerjasama atau apabila telah ada keuntungan. Dan juga kerugian kerjasama mudharabah hanya ditanggung oleh nasabah, karena keuntungan telah dipatok oleh pihak bank dan telah dibayar diawal. Sehingga pihak bank tetap mendapat keuntungan walaupun pihak nasabah rugi.

Peraturan Perundang-undangan dan Asas-asas
Peraturan Perundang-undangan pada prinsipnya adalah untuk untuk melindungi semua pihak atau untuk melindungi kepentingan umum. Dalam hal pereknomian syariah yang yang perlu dilindungi adalah tersedianya pelayan ekonomi yang berbasis syariah. Karena Indonesia mayoritas muslim dan mereka butuh tersedia pelayanan ekonomi yang sesuai syariah.
Di samping itu juga perlu dilindungi kepentingan masyarakat umum, dan kepentingan negara yang mengurusi seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai latar belakang suku, adat, ras dan agama. Tidak di benarkan membentuk peraturan yang ditujukan untuk menindas dan menyakiti pihak lain. Namun yang perlu diperhatikan adalah segala peraturan dan perundang-undangan yang dibuat harus ditempuh dengan cara-cara elengan dan demokratis.
Di Indonesia sudah ada beberapa undang-undang, peraturan dan lain sebagainya yang mengatur tentang ekonomi syariah, baik yang yang pengatur perbankan syariah, asuransi syariah, dan lain sebagainya, namun perlu disempurnakan terus menerus. Peraturan perundang-undangan itu harus dapat menegakkan asas-asas perbankan syariah, yang tentunya berbeda dengan perbankan konvensional.

Rambu-rambu Kesehatan Bank
Pada masa-masa dekade terakhir rezim Orde Baru, bank-bank di Indonesia sering mendapat pujian dari luar negeri dan bahkan ketika itu Indonesia diberi julukan Macan Asia karena angka pertumbuhan ekonomi Indonesia paling tinggi di kawasan Asia Tenggara. Pada hal angka pertumbuhan yang menjadi patoksan waktu itu hanya sektor moneter. Setelah itu apa yang terjadi ? tahun 1997-1998 Indonesia mengalami krisis moneter yang mengakibatkan segala pujian asing tersebut tidak dapat diterima.
Oleh sebab itu perlu adanya kejujuran untuk memberikan penilaian terhadap sebuah bank apakah sehat atau tidak sehat. Tidak cukup menilainya dari aspek moneter saja, akan tetapi aspek pembiayaan, pelayanan dengan prinsip Know Your Costumers (Kyc), dll.

Aspek Hukum Pasar Modal Syariah
Salah satu kelemahan Pasar modal konvensional adalah menyalahgunakan uang dari alat bayar menjadi barang dagangan. Uang dibuat tujuan aslinya adalah sebagai alat tukar bukan sebagai barang dagangan. Pasar modal dibuat juga demikian tujuannya adalah untuk menghimpun modal dari investor guna disalurkan untuk progrtam pembiayaan. Namun sekarang pasar modal telah berubah menjadi perdagangan uang.
Disinilah perlunya kehadiran pasar modal syariah yang dapat menjamin aspek kenyamanan kustumer terutama dibidangan agama. Ada beberapa transaksi yang dilarang dalam Islam yaitu :
1. Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang didalamnya mengandung unsur dharar, gahar, riba, maisyir, riswah, maksiat dan kezaliman.
2. Transaksi yang mengandung dharar, gharar, riba, maisyir, riswah, maksiat, dan kezaliman meliputi :
a. Najsy yaitu melakukan penawaran palsu.
b. Ba’i al-ma’dum yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek yang belum dimiliki (short selling)
c. Insider trading yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang.
d. Menimbulkan informasi yang menyesatkan.
e. Margin Trading, yaitu melakukan transaksi atas Efek dengan Fasilitas pinjaman berbunga atas kewajiban penyelesaian pembelian efek Efek tersebut.
f. Ihtikar (penimbunan) yaitu melakukan pembelian atau pengumpulan suatu Efek untuk menyebabkan perubahan harga Efek dengan tujuan mempengaruhi pihak lain.
g. dan transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur di atas.

Aspek hukum Pegadaian Syariah
Secara etimologi dalam bahasa Arab, kata ar-rahn, berarti “tetap” dan “lestari”. Kata ar-rahn juga berarti Al-Habsu artinya “penahanan” seperti dikatakan Ni’matun Rahinah, artinya “karunia yang tetap dan lestari”, sebagaimana firman Allah : “Tiap-tiap pribadi terikat/tertahan (rahinah) atas apa yang telah diperbuat”. (QS. Al-Mudatsir (74) : 38).
Sedangkan secara terminologi Rahn didefinisikan oleh beberapa ulama fiqh sebagai berikut :
Ulama Malikiyah berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan rahn adalah : “harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat”. Ulama Hanafiyah merumuskan rahn sebagai : “menjadikan sesuatu (barang) jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin sebagai pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagainya”. Sementara itu, ulama Syafi’iyah dan Hanabilah memberikan definisi rahn : “menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang tidak bisa membayar utangnya itu.
Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa ”Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Mutahin ( penerima barang ) mempunyai hak untuk menahan Marhun ( barang ) sampai semua utang Rahin ( yang menyerahkan barang ) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatanya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya
3. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin namum dapat juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.
4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan Marhun
• apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingati Rahin untuk segera melunasi hutangnya.
• Apa bila Rahin tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
• Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
• Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.
jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajiban atau jika terjadi perselisihan diantara dua belah pihak, maka penyelesaian dilakukan melalui badan Arbitrase syariah setelah tidak terjadi kesepakatan melalui musyawarah.

Aspek hukum BMT
BMT adalah sebuah organisasi informal dalam bentuk Kelompok Simpan Pinjam (KSP) atau Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Secara prinsip BMT memiliki sistem operasi BPR syariah. Namun ruang lingkup dan produk yang dihasilkan berbeda.
Penggunaan badan hukum KSM dan koperasi untuk BMT itu disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal yang dijelaskan UU Nomor 7 Tahun 1992 dan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, yang dapat dioperasikan untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Menurut undang –undang , pihak yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat, baik dioperasikan dengan cara konvensional maupun dengan cara bagi hasil. Namun demikian, kalau BMT dengan badan hukum KSM atau koperasi itu telah berkembang dan telah memenuhi syarat-syarat BPR, maka pihak manajemen dapat mengusulkan diri kepada pemerintah agar BMT itu dijadikan sebagai BPRS dengan badan hukum koperasi atau perseroan terbatas.
Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasrkan sistem syariah. Peran ini menegaskan arti penting prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. SEbagai lembaga keuangan syariah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil yang seba cukup (ilmu pengetahuan ataupun materi), maka BMT mempunyai tugas penting dalam segala aspek kehidupan masyarakat.

D. Kesimpulan

Kajian Hukum Bisnis Syariah adalah merupakan suatu kajian yang relatif baru dan eksistensinya sangat dibutuhkan. Banyak permasalahan – permasalahan bisnis syariah yang perlu diberikan solusinya, baik masalah antar sesama lembaga ekonomi syariah maupun masalah antara lembaga ekonomi syariah dengan lembaga ekonomi konvensional. Tujuan dari Kajian Hukum Bisnis Syariah ini adalah mengupayakan terwujud sistim bisnis syariah yang sesuai dengan syariat Islam. Kemudian Hukum bisnis Syariah ini tersosialisasi kepada masyarakat luas sehingga semua kuam muslimin dapat mengetahui hukum bisnis syariah.